Keepin’ It R.E.A.L

Program Keepin’ It R.E.A.L dirancang dengan latar belakang bahwa 47% siswa SMA telah berhubungan seksual dan 37% siswa tidak menggunakan kondom. Hal ini sangat berisiko terhadap terjadinya HIV sehingga semakin dikembangkan program pencegahan HIV yang efektif melalui dukungan masyarakat dan keluarga. Program Keepin’ It R.E.A.L memiliki tujuan utama untuk meningkatan prevalensi abstinensia pada remaja dan mendorong kemampuan komunikasi ibu dengan remaja mengenai seksualitas.

Program dilaksanakan dengan partisipan anak berusia 11-14 tahun yang tinggal bersama ibunya atau wali perempuan yang telah tinggal bersama anak selama 1 tahun. Dalam program maka akan dibagi menjadi 3 kelompok yaitu LSK (Life Skill Program), SCT (Social Cognitive Theory) dan kontrol.

Program SCT berlatar belakang pada keilmuan bahwa perilaku bergantung pada personal, lingkungan, dan kepribadian. Maka dalam program diperkuat untuk aspek kognitif, perilaku, dan dukungan sosial. Program dilaksanakan selama 7 sesi dimana setiap sesi berlangsung selama 12 jam dan sesi dilaksanakan dalam periode 14 minggu. Ibu dan remaja menghadiri 4 sesi bersama dan 3 sesi yang dipisah. Sesi dibuat dengan tampilan yang interaktif dan menyenangan, dimulai dengan perkenalan untuk membangun kedekatan dengan teman sekitar, diskusi mengenai aktivitas yang akan dijalankan di keluarga masing-masing dan tujuan yang hendak dicapai. Setiap sesi akan membawa suatu topik yang berbeda. Untuk sesi bersama membahas mengenai hal-hal sebagai berikut
·         transmisi HIV
·         proteksi HIV
·         hidup dengan HIV
·         kemampuan berkomunikasi
·         seksualitas.
Untuk sesi yang dipisah pada sesi remaja dibahas mengenai
·         pengaruh positif dan negatif dari teman sepermainan
·         cara membuat keputusan mengenai hubungan seksual
·         konsekuensi dari hubungan seksual pada usia muda.
Sedangkan pada sesi ibu dibahas mengenai
·         perkembangan remaja dan kesehatan seksualnya
·         pengaruh teman
·         cara berdiskusi dengan remaja mengenai seksualits dan kontrasespsi.

Program LSK dengan latar belakang teori masalah yang berbasis pada ide bahwa masalah kepribadian setiap orang memiliki kausa predisposisi. Program dilaksanakan dalam periode 14 minggu dengan setiap sesi selama 2 jam. Sesi dilakukan secara terpisah antara ibu dan remaja kecuali sesi pertama dan terakhir. Sesi pada remaja yaitu
·         pelatihan yang dibuat secara interaktif berupa permainan, role play, diskusi, video, demonstrasi, dan pekerjaan seni
·      program kunjungan pada organisasi komunitas yang bergerak di bidang perilaku berisiko dalam upaya menanamkan adanya keterlibatan komunitas
·         program menginap di universitas tertentu untuk mempelajari mengenai “role model” pada kehidupan nyata
·     setiap sesi selalu dimulai dengan pelatihan untuk reduski stress melalui diskusi mengenai perilaku berisiko (merokok, alkohol, penyalahgunaan zat, kekerasan, dan seksual dini)  dan pada akhir peserta membawa “take home activities’
Sesi pada ibu berupa
·         program yang konsisten dengan teori pemecahan masalah dimana ibu dibawa ke dalam 1 kelompok dan kelompok membahas mengenai pemecahan masalah melalui diskusi tentang pengalamannya. Kelompok ini dipandu oleh 1 fasilitator dan masalah yang diberikan adalah masalah nyata yang sering terjadi pada remaja.
·         Setiap sesi selalu dimulai dengan aktivitias relaksasi dan membahas ulang mengenai sesi sebelumnya  serta pada akhir sesi juga diberikan “take home activities’


Program kontrol dilaksanakan dengan remaja dan ibu menghadiri sesi pencegahan HIV dengan total durasi 1 jam yang terbagi dalam 20 menit menonton vieo mengenai transmisi dan pencegahan HIV dan 40 menit untuk diskusi
.

Penilitian ini dilakukan dengan melihat outcome yang didapatkan pada remaja dan ibu pada  bulan ke-4 , 12, dan 24. Didapatkan hasil bawa pada kelompok LSK dan SCT ditemuan abstinensia remaja dimana mereka menunda untuk berhubungan seksual sampai dengan usia mereka dewasa hal ini terkait dengan pengetahuan mereka akan HIV dan perilaku berisiko. Apabila dibandingnkan untu kedua kelompok tersebut,SCT memiliki keunggulan bila diterapkan pada remaja yang sudah pernah berhubungan seksual dimana kelompok SCT memiliki rasio lebih besar untuk penggunaan kondom disbanding remaja pada kelompok LSK. Untuk komunikasi ibu dan anak mengenai seksualitas didapatkan bahwa ibu dengan pengetahuan lebih luas yang sebanding dengan waktu sesi yang lebih panjang pada LSK dan SCT mampu membangun komunikasi tentang pubertas dan seksualitas yang lebih efektif dengan para anaknya.



www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16439928

Tidak ada komentar:

Posting Komentar